Guru Berkomunitas, Sekadar Modus Sosialita?

Guru Berkomunitas, Sekadar Modus Sosialita?

Oleh: Titin Mulyaningsih, M.Pd., Kontributor

 

Kebutuhan manusia akan bersosialisasi menjadi dasar terbentuknya komunitas. Menurut McMillan dan Chavis (1986) mengatakan bahwa komunitas merupakan kumpulan dari para anggotanya yang memiliki rasa saling memiliki, terikat di antara satu dan lainnya dan percaya bahwa kebutuhan para anggota akan terpenuhi selama para anggota berkomitmen untuk terus bersama-sama. Komunitas merupakan masyarakat kecil yang memiliki tujuan yang sama. Persamaan-persamaan yang ada, misalnya geografis atau wilayah, kesamaan profesi, minat, dan hobi, bahkan persamaan nama bisa menjadi dasar terbentuknya komunitas.

Pun demikian dengan guru. Keresahan guru akan proses pembelajaran yang dilakukan, hasil yang diperoleh, ataupun berbagai kompetensi yang ingin dicapai dalam rangka meningkatkan pembelajaran. Guru membutuhkan lingkungan belajar yang saling mendukung, melengkapi, dan bisa berbagi.

Sebenarnya, apa yang menjadi alasan orang membentuk komunitas? Apakah sekadar kumpul- kumpul sharing? Lalu, bagaimana dengan guru berkomunitas? Sekadar modus bersosialita? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sosialita berarti orang penting atau orang yang berpengaruh. Asosiasi yang muncul dengan kata sosialita adalah kehidupan yang glamour, foya-foya, arisan, dan belanja barang mewah. Itulah asumsi yang berkembang di masyarakat saat ini. Makna sosialita ini berkaitan dengan tumbuhnya komunitas. Banyak komunitas sosialita yang bermunculan. Komunitas yang mengutamakan gaya hidup dan gengsi.

Guru bisa memilih berbagai komunitas yang akan diikuti. Namun, perlu diperhatikan bagaimana perjalanan komunitas tersebut. Komunitas yang diikuti bukan komunitas yang sekadar mengumbar kegiatan-kegiatan sosialita semata.

Satu, memilih komunitas yang sudah nyata aktivitasnya. Komunitas akan membagikan informasi aktivitasnya melalui media sosial. Sebelum menentukan pilihan, kita wajib mencari tahu berbagai informasi tentang aktivitas komunitas. Kedua, kesamaan tujuan, minat, latar belakang merupakan salah satu dukungan untuk terus bergerak. Ketiga, jangkauan wilayah yang sama akan memudahkan dalam menjalin interaksi dan kolaborasi antar guru.

Guru yang bergabung dalam suatu komunitas bisa saling mengisi, saling melengkapi, sehingga kualitas kompetensi dan pembelajaran dapat meningkat. Guru yang memiliki kompetensi lebih bisa menjadi narasumber bagi guru yang lain. Pengalaman guru pun bisa menjadi sumber ilmu bagi guru lainnya. Satu hal penting yang harus terus dipupuk dalam komunitas adalah kebersamaan. Segala sesuatu yang sudah disepakati anggota komunitas harus diikuti, dilaksanakan secara bertanggung jawab.

Saat ini kurikulum merdeka yang didengungkan oleh Kemendikbudristek lebih membuka ruang untuk guru lebih berkembang. Guru diharapkan bisa bergabung dalam komunitas praktisi yang bisa memfasilitasi tumbuhnya kolaborasi antar guru. Kolaborasi ini memungkinkan guru untuk berinteraksi lebih dalam dalam rangka menemukan solusi dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Komunitas yang bergizi merupakan wadah terbaik untuk membantu guru menumbuhkan dan mengembangkan kompetensi. Komunitas yang tak sekadar hobi tebar-tebar pesona namun bisa memberi bukti nyata aktivitas dan hasil bagi guru.

 

Komunitas Media Pembelajaran (KOMED) yang merupakan salah satu program dari Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa, merupakan salah satu komunitas yang memfokuskan pada pengembangan dan produktivitas guru terkait media pembelajaran. Melalui komunitas ini guru diajak untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan nyata bagi anak didiknya.

 

Refleksi-refleksi guru terhadap pembelajaran kemudian dikomunikasikan bersama rekan guru lain. Webinar, workshop, dan pembinaan anggota juga dilaksanakan secara rutin sebagai bentuk keseriusan komunitas dalam mengembangkan kompetensi anggotanya.

 

KOMED saat ini sudah tersebar di berbagai wilayah. Kepengurusan wilayah tetap dalam koordinasi pusat, namun tidak membatasi kreativitas dan penumbuhan kearifan lokal masing-masing wilayah. Setiap aktivitas KOMED wilayah terdokumentasi baik secara digital sehingga bisa diakses oleh khalayak ramai. Hal ini tentu saja merupakan nilai baik karena kegiatan komunitas terlihat nyata dan transparan.

Pengalaman berkomunitas akan membentuk guru terbiasa untuk berbagi, berkompetisi secara sehat dalam pengembangan diri, dan terstruktur. Kebiasaan-kebiasaan ini akan membentuk guru yang berkarakter dalam setiap aktivitas pembelajaran.

Komunitas-komunitas ini diharapkan menjadi wahana berbagi, kompetisi dan pengembangan diri secara positif. Bukan sekadar arisan, swafoto, jalan-jalan, apalagi belanja barang mewah. Guru butuh bersosialisasi sehat bukan sekadar sosialita tanpa manfaat.

 

 

Slide

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *